BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain menyebutkan, bahwa salah satu tujuan membentuk pemerintahan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa secara menyeluruh. UUD 1945, khususnya pasal 28c (hasil amandemen) menyebutkan, bahwa salah satu hak asasi manusia adalah hak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, serta pasal 31 tentang pendidikan.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 4 ayat (5) menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011 International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah. Rendahnya keterampilan tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum mengembangkan kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan. Praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan bahwa sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Kompetensi literasi dasar (menyimak-berbicara, membaca-menulis, berhitung memperhitungkan, dan mengamati-menggambar) sudah selayaknya ditanamkan sejak pendidikan dasar, lalu dilanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi agar peserta didik dapat meningkatkan kemampuan untuk mengakses informasi dan pengetahuan. Selain itu, peserta didik mampu membedakan informasi yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Hal itu karena literasi mengarahkan seseorang pada kemampuan memahami pesan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk teks (lisan, tulis, visual).
Di SD Negeri Hegarmanah 01 memang masih terdapat kesenjangan tiap siswa dalam memperoleh buku bacaan non teks pelajaran, namun untuk mengantisipasi hal tersebut perlu upaya memberikan kegiatan positif. Sebagai guru PPKn saya terinspirasi untuk melakukan Gerakan Literasi Sekolah sebagai salah satu strategi untuk membangun kesadaran berkonstitusi, serta memberikan alternatif kegiatan positif. Upaya ini dimaksudkan untuk mengimplementasikan hak asasi manusia.
B. Ruang Lingkup atau Pembatasan Masalah
1. Bagaimana memanfaatkan Gerakan Literasi sekolah untuk menanamkan kesadaran berkonstitusi ?
2. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat Gerakan Literasi dalam upaya menanamkan kesadaran berkonstitusi ?
3. Bagaimana dampak adanya Gerakan Literasi bagi warga sekolah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan:
1. Mendeskripsikan dan menginformasikan upaya memanfaatkan Gerakan Literasi Sekolah untuk menanamkan kesadaran berkonstitusi.
2. Mendeskripsikan dan menginformasikan faktor pendukung dan penghambat Gerakan Literasi dalam upaya menanamkan kesadaran berkonstitusi.
3. Mendeskripsikan dan menginformasikan peningkatan kesadaran berkonstitusi melalui gerakan menulis lewat Gerakan Literasi sekolah.
Manfaat:
1. Bagi siswa, menumbuhkankembangkan budaya literasi di sekolah.
2. Bagi guru, dapat membangun kesadaran konstitusi tentang hak asasi melalui gerakan literasi.
3. Bagi sekolah, meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal
dari kata constitution (Bahasa
Inggris), constitutie (Bahasa
Belanda), constituer (Bahasa
Perancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam konsep dasar
konstitusi, pengertian konstitusi:
1.
Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti
membentuk.
2. Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu “Cume”
berarti bersama dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri atau
mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga menjadi “constitution”.
3.
Dalam istilah bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki makna yang
lebih luas dan undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan dari
peraturn-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam
suatu masyarakat.
4.
Dalam terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan
sebutan DUSTUS yang berati kumpulan faedah yang mengatur dasar dan kerja sama
antar sesame anggota masyarakat dalam sebuah Negara.
5.
Menurut pendapat James Bryce, mendefinisikan konstitusi sebagai suatu
kerangka masyarakat politik (Negara yang diorganisir dengan dan melalui hokum.
Dengan kata lain konstitusi dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang
mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak rakyat dan hubungan diantara keduanya.
Dalam
perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu:
Dalam pengertian luas
(dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti keseluruhan dari
ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti halnya hukum pada umumnya,
hukum dasar tidak selalu merupakan dokumen tertulis atau tidak tertulis atau
dapat pula campuran dari dua unsur tersebut. sebagai hukum dasar yang tertulis
atau Undang-Undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis/Konvensi.
Dalam arti sempit
(dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam dasar atau UUD, yaitu
suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Contohnya
adalah UUD 1945.
Dalam bahasa
Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD.
Konstitusi menurut makna katanya, berarti dasar susunan suatu badan politik
yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan
suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur, atau
memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai
keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak tertulis berupa konvensi.
Dari beberapa
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konstitusi adalah aturan-aturan
hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang memuat garis-garis besar
dan asas-asas kenegaraan. Di Indonesia aturan-aturan tersebut terwujud dalam
UUD 1945.
B. Sifat-Sifat
Konstitusi
Konstitusi juga
memiliki sifat dalam pelaksanaanya pada setiap negara. Sifat konstitusi adalah
membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggara kekuasaan tidak bertindak
sewenang-wenang. Demikian hak-hak warga negara akan dilindungi. Sifat-sifat
konstitusi tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Membatasi kekuasaan si penguasa dan menjamin hak warga negara.
2.
Merupakan pencerminan keadaan masyarakat dan negara yang bersangkutan.
3.
Memberi petunjuk dan arah kemana negara akan dibawa.
4.
Dasar dan sumber hukum bagi peraturan perundangan di bawahnya.
C. Menumbuhkan Kesadaran
Berkonstitusi
Bentuk untuk
menumbuhkan kesadaran berkonstitusi bagi warga negara Indonesia yang meliputi:
1.
Kesadaran dan kesediaan untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
Indonesia sebagai hak azasi bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: belajar/bekerja keras untuk menjadi manusia Indonesia yang
berkualitas, siap membela negara sesuai kapasitas dan kualitas pribadi
masing-masing, dan rela berkorban untuk Indonesia.
2.
Kesadaran dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa sebagai
rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: selalu bersyukur, tidak arogan, dan selalu berdoa kepada Allah Yang Maha
Kuasa.
3.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan
adaptif terhadap kebijakan publik perlindungan negara.
4.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
memajukan kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
perlindungan negara.
5.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
pencerdasan kehidupan bangsa
6.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik hubungan luar
negeri Indonesia.
7.
Kemauan untuk selalu memperkuat keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menjalankan ibadah
ritual dan ibadah sosial menurut keyakinan agamanya masing-masing dalam konteks
toleransi antar umat beragama.
8.
Kemauan untuk bersama-sama membangun persatuan dan kesatuan bangsa dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap tidak primordialistik,
berjiwa kemitraan pluralistik, dan bekerja sama secara profesional.
9.
Kemauan untuk bersama-sama membangun jiwa kemanusiaan yang adil dan beradab
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati orang lain
seperti menghormati diri sendiri, memperlakukan orang lain secara proporsional,
dan bersikap empatik pada orang lain
10.
Kesediaan untuk mewujudkan komitmen terhadap keadilan dan kesejahteraan
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: tidak bersikap mau menang sendiri,
tidak bersikap rakus dan korup, dan biasa berderma.
11.
Kesediaan untuk mewujudkan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang bersifat final dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: tidak bersikap kesukuan, tidak bersikap kedaerahan, dan tidak berjiwa
federalistik.
12.
Kesadaran untuk menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan Negara dalam kerangka kabinet presidensil dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: menghormati orang yang memegang jabatan
Presiden dan Wakil Presiden, menghormati simbol-simbol kepresidenan, dan
menghormati mantan Presiden/Wakil Presiden secara proporsional dan elegan.
13.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap pembentukan Kementerian yang diatur
undang-undang dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan Presiden dalam penyusunan
Kabinet.
14.
Kesadaran dan kemampuan untuk melaksanakan Pemilu yang langsung, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menjadi pemilih resmi yang cerdas, menjadi konstituen Calon/pasangan calon/
Partai Politik yang cerdas dan menjadi pelaksana Pemilu yang profesional.
15.
Kesadaran akan kesejajaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dengan
perwujudan perilaku sehari- kontrol dan saling imbang (check and balance),
cerdas dalam bersikap terhadap DPR/DPRD dan Pemerintah/Pemerintah Daerah, dan
kritis terhadap DPR/DPRD dan Pemerintah/Pemerintah Daerah.
16.
Kesadaran untuk mendukung pelaksanakan otonomi daerah pada tingkat
kabupaten/kota dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati
Pemerintah Daerah, menjalankan Peraturan Daerah yang relevan, dan
berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan daerah.
17.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap akuntabilitas publik keuangan negara
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis,
dan adaptif terhadap kebijakan publik pengelolaan keuangan negara.
18.
Kesadaran dan kemauan untuk menjaga wilayah negara dengan konsep wawasan
nusantara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: memahami dengan
baik konsep wawasan nusantara, memelihara lingkungan alam dengan baik, dan
mengelola kekayaan alam sesuai peraturan perundang-undangan.
19.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap kedudukan kehakiman yang merdeka dalam
menegakkan hukum dan keadilan dengan perwujudan perilaku sehari-hariantara
lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik dalam
bidang peradilan.
20.
Kesadaran dan kemauan
untuk turut serta melakukan perlindungan dan pemajuan hak azasi manusia
(politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan agama) dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: memahami hak dan kewajiban warga negara dan
hak azasi manusia secara utuh, bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap
kebijakan publik yang terkait langsung/tak langsung dengan berbagai dimensi hak
azasi manusia.
21.
Kesadaran dan kesediaan untuk menghormati Sang Merah Putih sebagai Bendera
Negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menyimpan Sang Merah
Putih pada tempat yang tepat dan baik, memberi hormat pada saat Sang Merah
Putih sedang dinaikkan/diturunkan, dan tidak merusak Sang Merah Putih dengan
alasan apapun.
22.
Kesadaran akan peran dan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Negara secara baik dan benar dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: menguasai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, menggunakan
Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dan berpartisipasi dalam memperkaya dan
mengembangkan Bahasa Indonesia.
23.
Kesediaan untuk menghormati Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai Lambang Negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari.
24.
Kesadaran akan makna dan kemampuan menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai
Lagu Kebangsaan dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: mampu
menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan benar dan baik, dan tidak memplesetkan
kata-kata/nada dari Lagu Indonesia Raya untuk tujuan apapun.
D.
Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memperkuat gerakan penumbuhan budi
pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut
adalah “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar
dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik
serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara
lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal,
nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
1.
Pengertian Literasi
Pengertian
Literasi Sekolah dalam konteks GLS adalah kemampuan mengakses, memahami, dan
menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain
membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.
2.
Gerakan Literasi Sekolah
GLS
merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruhuntuk menjadikan sekolah
sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui
pelibatan publik
3.
Target Pencapaian Pelaksanaan Gerakan
Literasi Sekolah
GLS di SD
menciptakan ekosistem pendidikan di SD yang literat. Ekosistem pendidikan yang
literat adalah lingkungan yang:
a.
menyenangkan dan ramah peserta didik, sehingga
menumbuhkan semangat warganya dalam belajar;
b.
semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai
sesama;
c.
menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;
d.
memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat
berkontribusi kepada lingkungan sosialnya; dan
e.
mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan
eksternal SD.
4.
Tahapan Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah dilaksanakan dalam
tiga tahapan yaitu pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Masing-masing
tahapan dapat dideskripsikan sebagaimana uraian berikut.
a. Tahap
Pembiasaan
1) Tujuan
Menumbuhkan rasa cinta membaca di kalangan
siswa.
2) Prinsip
Tidak ada tagihan
3) Jenis Kegiatan
a) Lima belas menit membaca sebelum jam
pelajaran;
b) Pembuatan jurnal membaca siswa;
c) Penyiapan sarana literasi (penyediaan area
baca, buku bacaan dan akses internet);
d) Menciptakan lingkungan sosial dan afektif
yang nyaman untuk membaca;
e) Pembimbingan e-literasi secara
bertanggung jawab; dan
f)
Memperkenalkan
etika perilaku dan hukum dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
4) Indikator Ketercapaian
a) Ada program dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b) Tersedia jurnal membaca;
c) Tersedia area baca di sekolah (perpustakaan,
sudut buku kelas dan tempat-tempat lain untuk membaca); dan
d) Pembimbingan penggunaan internet
b. Tahap
Pengembangan
1) Tujuan
Pengembangan minat baca untuk meningkatkan
kemampuan literasi secara digital dan nondigital.
2) Prinsip
Ada tagihan non-akademik
3) Jenis Kegiatan
a)
Lima belas
menit membaca sebelum jam pelajaran;
b)
Pembuatan
respons bacaan: graphic organizers, peta cerita, penilaian non-akademik;
c)
Pembuatan
bahan kaya teks oleh siswa;
d)
Pembimbingan
penggunaan komputer dan internet untuk kegiatan literasi; dan
e)
Pengenalan
penggunaan berbagai bahan referensi cetak dan digital untuk mencari informasi;
4) Indikator Ketercapaian
a)
Ada perogram
dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b)
Tersedia
berbagai bentuk hasil tagihan non-akademik;
c)
Tersedia
bahan kaya teks yang dikoleksi dan dipajang;
d)
Dilaksanakannya
pembimbingan penggunaan komputer dan internet; dan
e)
Pembimbingan
penggunaan bahan-bahan literasi digital.
c. Tahap
Pembelajaran
1) Tujuan
Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata
pelajaran dengan menggunakan bahan-bahan pengayaan, baik secara digital maupun
nondigital.
2) Prinsip
Ada tagihan akademik di seluruh mata
pembelajaran
3) Jenis Kegiatan
a)
Lima belas
menit membaca sebelum jam pelajaran;
b)
Pemanfaatan
berbagai strategi literasi dalam pembelajaran;
c)
Pengembangan
kemampuan e-literasi dalam pembelajaran bagi guru dan siswa;
d)
Penilaian
akademik;
e)
Pengembangan
lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik; dan
f)
Memilih cara
dan jenis e-literasi yang tepat untuk proses pembelajaran, produksi
pengetahuan, dan menyebarkannya di kalangan warga sekolah.
4) Indikator Ketercapaian
a)
Ada program
dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b)
Penyusunan
dan pelaksanaan strategi literasi dalam pembelajaran;
c)
Tersedia
area baca di sekolah (perpustakaan, sudut buku kelas dan tempat-tempat lain
untuk membaca); dan
d)
Pembimbingan
penggunaan internet;
0 Tanggapan "Membangun Kesadaran Berkonstitusi Melalui Gerakan Literasi Sekolah (Implementasi Hak Azasi Manusia)"
Post a Comment