Model Konstruktivisme Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar | SDN Ciwangi Purwakarta
..:: Selamat Datang Peserta Didik Baru Di Sekolah TASBIH (Taqwa, Aman, Santun, Bersih, Indah, Hijau) ::..

Model Konstruktivisme Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar

Model Pembelajaran Konstruktivisme
Model Konstruktivisme
Pembelajaran matematika berdasarkan pandangan konstruktivisme mengarahkan peserta didik untuk membangun pemahaman, sehingga peserta didik dapat membangun pengetahuan sendiri berdasarkan pengealaman yang sudah dimiliki, dan dapat mengembangkan matematika berdasarkan pada skemata yang terbentuk pada peserta didik terus-menerus mengalami perubahan menuju pada proses kebenaran sesuai dengan kebenaran yang dimiliki oleh ilmuwan, sehingga skema yang dimiliki dapat dipergunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang dihadapinya.

Model pembelajaran konstruktivisme berpandangan bahwa belajar merupakan proses aktif peserta didik mengkonstruksi pengetahuannya, dimana peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Proses konstruksi ini dilakukan secara pribadi atau sosial.

Dua aliran pemikiran tentang kostruktivisme yang dipergunakan yaitu konstruktivisme Piaget dan konstruktivisme Vigotsky. Konstruktivisme Piaget memandang bahwa pembelajaran berlangsung dalam situasi kolaborasi yang difasilitasi oleh konflik kognitif secara kontinu diantara bentuk-bentuk berpikir antagonis. Konstruktivisme Vigotsky memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antara individu dan selanjutnya keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh individu. Proses penyesuaian itu ekuivalen dengan pengkonstruksian intraindividual.
Model pembelajaran konstruktivisme yang dikembangkan dalam penelitian ini berpijak pada kedua aliran tersebut, yaitu aliran konstruktivisme personal dan sosial. Cobb (Suparno, 2006:47) menyatakan bahwa konstruktivisme personal lebih menekankan pada keaktifan secara individual dan konstruktivisme sosiokultural lebih menekankan pentingnya lingkungan sosial kultural, sehingga dalam pendidikan matematika disarankan bahwa konstruktivisme personal dikombinasikan dengan perspektif sosiokultural. Dua aliran ini saling melengkapi, yaitu belajar matematika harus dilihat sebagai suatu pembentukan individual yang aktif dan proses inkulturasi dalam praktek masyarakat yang lebih luas. (Rahayu, 2006:35)

Guru yang konstruktivis diharapkan mampu dan mengerti proses belajar yang baik, dan perlu membiarkan peserta didiknya untuk menemukan sendiri cara yang paling sesuai dan menyenangkan dalam memecahkan persoalan, hal ini penting agar peserta didik memperoleh hasil yang maksimal. Karena melalui interaksi itu pengetahuan baru diharapkan dapat berkonsiliasi dengan pengetahuan sebelumnya. Proses rekonsiliasi ini mungkin melibatkan penolakan terhadap beberapa konsep peserta didik yang sudah dimiiliki. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan peserta didik dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri. Bettencourt, 1989 (Suparno, 2006:65).

Strategi yang digunakan dalam mengajar menurut Driver dan Oldham (Suparno, 2006:69) adalah sebagai berikut:
(1)   Orientasi. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari pokok bahasan, dan peserta didik diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap apa yang akan dipelajari dalam  proses pembelajaran.
(2)   Elicitasi. Peserta didik dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Dalam artian peserta didik diberikan kesempatan untuk mendiskusikan apa yang telah diobservasikan, baik berupa tulisan, gambar ataupun poster.
(3)   Restruktukturisasi ide. Dalam hal ini ada tiga hal yaitu:
a. Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide orang lain, seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok
b. Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-teman.
c. Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru.
(4)   Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi, supaya dapat membantu  pengetahuan peserta didik yang lebih lengkap dan lebih rinci dengan segala pengecualiannya.
(5)   Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merivisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lebih lengkap.

Dalam pembelajaran model konstruktivisme guru berperan sebagai moderator dan fasilitator yang membantu agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal maka perlu disusun dan direncanakan beberapa kegiatan yang dituangkan ke dalam rencana pembelajaran dengan menggunakan satuan pelajaran dan dilengkapi dengan lembar kegiatan peserta didik

Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:
Kegiatan Pendahuluan
Guru mengadakan apersepsi untuk menggali pengetahuan sebagai prasyarat yang harus dimiliki peserta didik dan membangkitkan motivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat problematik dan guru tidak langsung memberikan jawaban benar atau menyalahkan jawaban peserta didik apabila jawabannya kurang tepat.

Kegiatan inti
Guru membimbing peserta didik untuk mengkonstruksi ide-idenya secara  dengan bantuan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) tentang materi bilangan pecahan. Pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan menemukan gagasan-gagasan tentang bilangan dengan operasi penjumlahan dan perkalian dengan cara membaca bahan kajian/buku, dengan diskusi kelas, mencoba-coba sampai menemukan jawabannya. Kemudian masing-masing menuliskan jawaban tersebut di papan tulis dan dijelaskan dihadapan teman-teman dan gurunya, peserta didik lainnnya memberi tanggapan dari penjelasan tersebut berupa pertanyaan atau menambahkan ide-idenya yang sesuai.

Dengan bimbingan guru, siswa dibantu untuk membuat kesimpulan dan hasil kesimpulannya dituliskan di papan tulis. Sebelumnya peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada yang belum dipahami dengan kata lain dilakukan diskusi secara klasikal.

Penerapan dan aplikasi konsep
Untuk tahap penerapan dan aplikasi, guru memantapkan materi yang baru diperoleh dengan cara memberikan soal-soal latihan dan soal-soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari tentang bilangan pecahan. Latihan tersebut dikerjakan melalui diskusi kelas, kemudian dibahas bersama guru, dan guru memberikan nilainya.

Kegiatan Penutup
Pada kegiatan ini peserta didik membuat rangkuman/menulis hal-hal yang dianggap penting. Guru memberikan tugas pekerjaan rumah yang dikerjakan secara individual, dikumpulkan dan dinilai oleh guru, untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta didik.

Masukkan E-Mail Anda:

0 Tanggapan "Model Konstruktivisme Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar"

Post a Comment