PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang dan Identifikasi Masalah
Pendidikan
merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat
berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran
normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah pada era reformasi ini sangat
serius menangani bidang pendidikan, karena dengan menerapkan sistem pendidikan
yang baik serta ditunjang pula oleh guru yang bermutu dan profesional
diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu
menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
dilandasi oleh semangat keberagamaan.
Dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
senantiasa berorientasi kepada pencapaian proses dan hasil secara efektif dan
efisien dengan mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya pendidikan yang ada di
sekolah serta didukung dengan pengelolaan yang tepat. Sumber daya pendidikan
berupa manusia, uang, sarana
dan prasarana,
dan sebagainya harus diorganisir, dikoordinasi, serta diarahkan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Hal ini dapat dicapai apabila Kepala Sekolah berkemauan dan
mampu menjalankan fungsi manajemen (pengelolaan) pendidikan.
Sekolah yang
berkualitas, peserta didik yang
berprestasi, pendidik yang berpotensi
dan berdisiplin tinggi serta partisipasi dari instansi terkait dan masyarakat
merupakan modal dasar untuk melaksanakan upaya peningkatan mutu pendidikan.
Kami yakin, jika
potensi-potensi yang ada mampu bergerak dengan semangat keberaniaan serta rasa
tanggung jawab yang tinggi, maka upaya menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas akan terwujud.
Tak jarang kita
mendengar dan menyaksikan sekolah yang dulunya berkualitas dan berpredikat baik
dimata masyarakat maupun hasil penilaian yang berwenang, akhirnya hancur
mutunya akibat dari kelengahan para pengelolanya. Oleh sebab itulah, guna
menghindari hal demikian kami senantiasa berupaya mengadakan evaluasi yang
kiranya mampu menjawab tantangan pembangunan serta era globalisasi.
Untuk mencapai
pendidikan yang bermutu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
SD Negeri Ciwangi merupakan salah satu sekolah yang lokasinya
berada cukup jauh dari ibukota Kabupaten Purwakarta, namun hal tersebut tidak
menyurutkan seluruh warga sekolah untuk memajukan pendidikan.
Berkaitan dengan di atas, penulis mencoba mengadakan
kajian dengan judul “Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan”.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah yang dimaksud
implementasi manajemen berbasis sekolah?
2. Bagaimana strategi
implementasi manajemen berbasis sekolah?
3. Bagaimana tahapan
implementasi manajemen berbasis sekolah?
4. Bagaimana cara
meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan implementasi manajemen berbasis
sekolah?
C. Tujuan
1. Menjelaskan
pengertian implementasi manajemen berbasis sekolah.
2. Mengetahui dan
menjelaskan strategi implementasi manajemen berbasis sekolah.
3. Mengetahui dan
menjelaskan tahapan implementasi manajemen berbasis sekolah.
4. Mengetahui dan
menjelaskan cara meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan implementasi
manajemen berbasis sekolah.
D. Manfaat
1. Mampu menerapkan implementasi manajemen berbasis
sekolah.
2. Memudahkan sekolah dalam meningkatkan mutu dan
prestasi.
3. Memudahkan sekolah dalam mengatur dan memanajemen
segala komponen sekolah.
BAB II
LANDASAN
TEORI / TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma baru pendidikan
yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional. Otonomi ini diberikan agar sekolah leluasa mengelola
sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas
kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Dengan kata lain
bahwa Manjamenen Berbasis Sekolah menuntut sekolah untuk secara mandiri
menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan dan
mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber baik kepada masyarakat atau
pemerintah.
Manajemen Berbasis Sekolah juga menawarkan sekolah
untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memahami peserta didik.
Pada dasarnya Manajemen berbasis Sekolah suatu strategi pengelolaan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang menekankan pada pengerahan dan
pendayagunaan sumber internal sekolah dan lingkungannya secara efektif dan
efisien sehingga menghasilkan lulusan yang berkuaitas dan bermutu. Menurut
Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan
secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan
(stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah
B. Ciri-ciri Sekolah
yang Melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Prof. Dr. H. Djam’an Satori, MA; indikator
atau ciri-ciri sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah yaitu:
1. Partisipasi masyarakat diwadahi melalui Komite Sekolah
2. Transparansi pengelolaan sekolah (program dan anggaran)
3. Program sekolah realistik – need assessment
4. Pemahaman stakeholder mengenai Visi dan Misi sekolah
5. Lingkungan fisik sekolah nyaman, terawat.
6. Iklim sekolah kondusif
1. Partisipasi masyarakat diwadahi melalui Komite Sekolah
2. Transparansi pengelolaan sekolah (program dan anggaran)
3. Program sekolah realistik – need assessment
4. Pemahaman stakeholder mengenai Visi dan Misi sekolah
5. Lingkungan fisik sekolah nyaman, terawat.
6. Iklim sekolah kondusif
7. Berorientasi mutu, penciptaan
budaya mutu (Hasil curah pendapat peserta lokakarya MBS - Komite Sekolah,
Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas, November 2003 di Bandung Jawa Barat)
Dari beberapa ciri tersebut maka dapat diketahui
perbedaan antara sekolah yang sudah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah dan
yang belum menerapkan secara maksimal. Dalam implementasinya peran serta
masyarakat juga berpengaruh penting dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis
Sekolah, karena dengan adanya keterlibatan masyarakat maka keputusan-keputusan
yang diambil akan lebik baik khususnya dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan di sekolah. Masyarakat juga ikut serta dalam mengawasi dan membantu
sekolah dalam kegiatan yang ada termasuk kegiatan belajar mengajar. Dengan
adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah yang dipandang
memiliki tingkat efektivitas tinggi akan memberikan beberapa keuntungan yaitu :
1. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada
peserta didik, orang tua, dan guru.
2. Bertujuan bagaimana memanfatkan budaya lokal.
3. Efektif dalam melakukan pembinaan peeserta didik seperti kehadiran, hasil
belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, dan iklim sekolah.
4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru,
manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan perubahan perencanaan (Fattah
dalam E. Mulyasa, 2002:24-25).
C. Mutu Pendidikan
Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik
menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Mutu pendidikan merupakan salah
satu pilar utama dalam upaya pengembangan sumber daya manusia yang sangat
penting maknanya bagi pembangunan nasional. Pendidikan yang berkualitas
hanya dapat diwujudkan melalui lembaga pendidikan yang bermutu. Karena
itu upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan upaya yang strategis dalam
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan
pembangunan bangsa. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input,
proses, dan output pendidikan.
1. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang
harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang
dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai
pemandu bagi berlangsungnya proses.
2. Proses Pendidikan merupakan
berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses disebut inputsedangkan sesuatu dari hasil
proses disebut output.
3. Output pendidikan adalah
merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang
dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiendinya, inovasinya,
kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Pengertian
Metode
merupakan suatu cara yang bersistem untuk memudahkan pelaksana kegiatan guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan (Depdiknas, 2005:740) Berkaitan dengan
penelitian, metode merupakan cara yang dipilih dan digunakan dalam suatu
penelitian.
Metode
penelitian, secara umum diartikan sebagai cara ilmiah dalam memperoleh dan
menganalisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Mujono, 5:2006).
B. Jenis
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan penelitian evaluatif, pada dasarnya merupakan bagian dari
penelitian terapan namun tujuannya dapat dibedakan dari penelitian terapan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan suatu program, produk
atau kegiatan tertentu (Danim, 2000). Penelitian ini diarahkan untuk menilai
keberhasilan manfaat, kegunaan, sumbangan dan kelayakan suatu program kegiatan
dari suatu unit/ lembaga tertentu. Penelitian evaluatif dapat menambah
pengetahuan tentang kegiatan dan dapat mendorong penelitian atau pengembangan
lebih lanjut, serta membantu para pimpinan untuk menentukan kebijakan
(Sukmadinata, 2005). Penelitian evaluatif dapat dirancang untuk menjawab
pertanyaan, menguji, atau membuktikan hipotesis. Makna evaluatif menunjuk pada
kata kerja yang menjelaskan sifat suatu kegiatan, dan kata bendanya adalah
evaluasi. Penelitian evaluatif menjelaskan adanya kegiatan penelitian yang
sifatnya mengevaluasi terhadap sesuatu objek, yang biasanya merupakan
pelaksanaan dan rencana. Jadi yang dimaksud dengan penelitian evaluatif adalah
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang
terjadi, yang merupakan kondisi nyata mengenai keterlaksanaan rencana yang
memerlukan evaluasi. Melakukan evaluasi berarti menunjukkan kehati-hatian
karena ingin mengetahui apakah implementasi program yang telah direncanakan
sudah berjalan dengan benar dan sekaligus memberikan hasil sesuai dengan
harapan. Jika belum bagian mana yang belum sesuai serta apa yang menjadi
penyebabnya.
Penelitian
evaluatif memiliki dua kegiatan utama yaitu pengukuran atau pengambilan data
dan membandingkan hasil pengukuran dan pengumpulan data dengan standar yang
digunakan. Berdasarkan hasil perbandingan ini maka akan didapatkan kesimpulan
bahwa suatu kegiatan yang dilakukan itu layak atau tidak, relevan atau tidak,
efisien dan efektif atau tidak. Atas dasar kegiatan tersebut, penelitian
evaluatif dimaksudkan untuk membantu perencana dalam pelaksanaan program,
penyempurnaan dan perubahan program, penentuan keputusan atas keberlanjutan
atau penghentian program, menemukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap
program, memberikan sumbangan dalam pemahaman suatu program serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Lingkup penelitian evaluatif dalam bidang pendidikan
misalnya evaluasi kurikulum, program pendidikan, pembelajaran, pendidik, siswa,
organisasi dan manajemen. Satu pengertian pokok yang terkandung dalam evaluasi
adalah adanya standar, tolok ukur atau kriteria. Mengevaluasi adalah
melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai kondisi nyata sesuatu hal,
kemudian dibandingkan dengan kriteria agar dapat diketahui kesenjangan antara
kondisi nyata dengan kriteria (kondisi yang diharapkan). Penelitian evaluatif
bukan sekedar melakukan evaluasi pada umumnya. Penelitian evaluatif merupakan
kegiatan evaluasi tetapi mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku bagi sebuah
penelitian, yaitu persyaratan keilmiahan, mengikuti sistematika dan metodologi
secara benar sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Sejalan dengan makna
tersebut, penelitian evaluatif harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Arikunto, 2006):
1. Proses
kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi
penelitian ilmiah pada umumnya.
2. Dalam
melaksanakan evaluasi, peneliti berpikir sistemik yaitu memandang program yang
diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dan beberapa komponen atau unsur
yang saling berkaitan antara satu sama lain dalam menunjang keberhasilan
kinerja dan objek yang dievaluasi.
C. Metode
Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian survei, cukup banyak digunakan untuk pemecahan
masalah-masalah pendidikan termasuk kepentingan perumusan kebijaksanaan
pendidikan. Tujuan utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dari
sekolompok obyek (populasi). Survei dengan cakupan seluruh populasi (obyek)
disebut sensus. Sedangkan survei yang mempelajari sebagian populasi dinamakan
sampel survei. Untuk kepentingan pendidikan, survei biasanya mengungkap
permasalahan yang berkenaan dengan berapa banyak siswa yang mendaftar dan
diterima di suatu sekolah? Berapa jumlah siswa rata-rata dalam satu kelas?
Berapa banyak guru yang telah memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan?
Pertanyaan-pertanyaan kuantitatif seperti itu diperlukan sebagai dasar
perencanaan dan pemecahan masalah pendidikan di sekolah. Pada tahap selanjutnya
dapat pula dilakukan perbadingan atau analsis hubungan antara variabel
tersebut.
Survei dapat pula dilakukan untuk mengetahui
variabel-variabel seperti pendapat, persepsi, sikap, prestasi, motivasi, dan
lain-lain. Misalnya persepsi kepala sekolah terhadap otonomi pendidikan,
persepsi guru terhadap KTSP, pendapat orangtua siswa tentang MBS, dan
lain-lain. Peneliti dapat mengukur variabel-variabel tersebut secara jelas dan
pasti. Informasi yang diperoleh mungkin merupakan hal penting sekali bagi
kelompok tertentu walaupun kurang begitu bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Survei dalam pendidikan banyak manfaatnya
baik untuk memecahkan masalah-masalah praktis maupun untuk bahan dalam
merumuskan kebijaksanaan pendidikan bahkan juga untuk studi pendidikan dalam
hubungannya dengan pembangunan. Melalui metode ini dapat diungkapkan
masalah-masalah aktual dan mendeskripsikannya, mempelajari hubungan dua
variabel atau lebih, membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria
yang telah ditentukan, atau menilai efektivitas suatu program.
BAB
IV
PENYAJIAN
DATA
A. Manajemen
Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum yang digunakan di SDN Ciwangi
adalah Kurikulum 2013, dengan dokumen sebagai berikut:
1. Standar
Kompetensi Lulusan
2. Silabus
3. Rencana
Pelakasanaan Pembelajaran
4. Penilaian
dan Rapor
5. Dokumen
1 KTSP
B. Manajemen
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
No
|
Nama
|
NIP
|
Tugas
|
|
C. Manajemen
Sarana dan Prasarana
1. Prasarana
No
|
Nama Prasarana
|
Panjang (m)
|
Lebar (m)
|
Kondisi
|
||
Baik
|
Sedang
|
Rusak
|
||||
1
|
||||||
2
|
||||||
3
|
||||||
4
|
||||||
5
|
||||||
6
|
||||||
7
|
||||||
8
|
||||||
9
|
||||||
10
|
||||||
11
|
2. Sarana
No
|
Jenis Sarana
|
Jumlah
|
Letak
|
Keterangan
|
1
|
Papan Tulis
|
5
|
Ruang WC Murid LK
|
|
D. Manajemen
Pembiayaan
BOS
E. Manajemen
Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
SDN Ciwangi melakukan hubungan kerjasama dengan beberapa
instansi antara lain:
No
|
Nama
Instansi
|
Jenis
Kerjasama
|
Keterangan
|
F. Manajemen
Budaya dan Lingkungan Sekolah
Data Kultur Sekolah
a. SD Negeri Ciwangi
mengembangkan sekolah yang bersih, tertib, indah, rindang, aman, sehat, bebas
rokok dan narkoba, bebas budaya kekerasan, dan berbudaya akhlak mulia.
b. Proses pendidikan
berpusat pada pengembangan peserta didik, lingkungan belajar yang kondusif,
penekanan pada pembelajaran, profesionalisme, harapan tinggi, keunggulan,
respek terhadap setiap individu dan komunitas sosial warga sekolah.
c. Mengembangkan
budaya kompetitif dan kolaboratif.
BAB
V
PEMBAHASAN
DAN TINDAK LANJUT
A. Pembahasan
1. Implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan Manajemen Berbasis
Sekolah secara efektif dan efisien maka sekolah harus melibatkan semua unsur
yang ada mulai dari kepala sekolah, guru, masyarakat, sarana prasarana serta
unsur terkait lainnya. Kepala sekolah misalnya dalam hal ini sebagai pemegang
kendali di sekolah harus mempunyai pengetahuan kepemimpinan, peren-canaan, dan
pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Kepala sekolah juga
dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai manajer dalam peningkatan proses
belajar mengajar dengan melakukan supervisi, membina dan memberi saran-saran
positif kepada guru.
Guru sebagai unsur yang berpengaruh dalam implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah yang juga terlibat langsung dalam proses pembelajaran
juga dituntut untuk berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru juga
harus mempersiapkan isi materi pengajaran, bertanggungjawab atas jadwal
pelajaran, pembagian tugas pseserta didik serta keindahan dan kebersihan kelas.
Kreativitas dan daya cipta guru untuk mengimplementasikan MBS perlu terus
menerus didorong.
Dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah bisa
dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja
organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya
yang ada.
2. Strategi Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah
Sesuai dengan konsep implementasi MBS, dalam
pengaturan satuan pendidikan (lebih khususnya sekolah) berbasis pada potensi
masyarakat dan lingkungan di sekitar sekolah. Menurut Mulyasa (2002: 59-63)
agar MBS dapat berjalan secara optimal, diperlukan strategi dalam
pengimplementasian MBS, yakni: (1) Perlu dilakukan pengelompokan sekolah
berdasarkan kemampuan manajemen, dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan
kualitas sekolah. Dalam hal ini sedikitnya akan ditemui tiga kategori sekolah,
yaitu baik, sedang, dan kurang, yang tersebar di lokasi-lokasi maju, sedang,
dan ketinggalan. Perbedaan kemampuan manajemen, mengharuskan perlakuan yang
berbeda terhadap setiap sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing
dalam menyerap paradigma baru yang ditawarkan MBS; (2) Pentahapan implementasi
MBS melalui tiga tahap yaitu jangka pendek (tahun pertama sampai dengan tahun
ketiga), jangka menengah (tahun keempat sampai dengan tahun keenam), dan jangka
panjang (setelah tahun keenam); (3) Implementasi MBS memerlukan seperangkat
peraturan dan pedoman-pedoman (guidelines) umum yang dapat dipakai
sebagai pedoman dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta laporan
pelaksanaan. Perangkat implementasi ini perlu diperkenalkan sejak awal, melalui
pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan sejak pelaksanaan jangka pendek.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan
manajemen strategik adalah menggunakan empat komponen manajemen strategik,
yaitu:
a. Analisis potensi dan profil
satuan pendidikan (sekolah/madrasah) untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan;
b. Analisis lingkungan untuk
mengidentifikasi peluang dan ancaman dalam melaksanakan layanan jasa
pendidikan;
c. Menetapkan visi dan misi
berdasarkan analisis potensi dan lingkungan sebagai acuan dalam pengelolaan
satuan pendidikan;
d. Menetapkan strategi yang
diperlukan untuk meningkatkan kinerja sekolah dalam mencapai visi dan misi
sekolah.
Dapat disimpulkan bahwasanya implementasi manajemen
berbasis sekolah strategik pada intinya adalah memilih alternatif strategik
yang terbaik bagi organisasi sekolah dalam segala hal untuk mendukung gerak
usaha organisasi sekolah dan organisasi sekolah harus melaksanakan
manajemen berbasis sekolah strategik secara terus menerus dan harus fleksibel
sesuai dengan tuntutan kondisi di lapangan. Dengan begitu maka akan mengarah ke
perbaikan kualitas pendidikan di sekolah.
3. Tahapan Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah
Sebagai paradigma pendidikan yang baru maka dalam
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah melalui beberapa tahapan. Menurut Fatah
tahapan implementasi tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Tahap Sosialisasi merupakan
tahapan yang penting mengingat luasnya daerah yang ada terutama daerah yang
sulit dijangkau serta kebiasaan masyarakat yang umumnya tidak mudah menerima
perubahan karena perubahan yang bersifat personal maupun organisasional
memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang baru. Dengan adanya sosialisasi
ini maka akan mengefektifkan pencapaian implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
baik menyangkut aspek proses maupun pengembangannya di sekolah.
b. Tahap Piloting yaitu merupakan
tahapan ujicoba agar penerapan konsep MBS tidak mengandung resiko. Efektivitas
model ujicoba memerlukan persyaratan dasar yaitu akseptabilitas, akuntabilitas,
reflikabilitas, dan sustainabilitas.
c. Tahapan desiminasi merupakan
tahapan memasyarakatkan model Manajemen Berbasis Sekolah yang telah
diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya secara
efektif dan efisien.
4. Meningkatkan Mutu Pendidikan
Dalam peningkatan mutu pendidikan perlu adanya
dukungan dan kerja sama antar komponen yang ada. Sekolah harus memiliki
karakteristik berikut dalam meningkatkan mutu pendidikannya :
Proses
Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
PBM
yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to
know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning
to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learnig to be)
Kepemimpinan
Sekolah yang Kuat
Kepala
sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan
menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersdia. Kepemimpinan Kepala
Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat
mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program
yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala
sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimipinan yang tangguh
agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu
sekolah.
Lingkungan
Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah
memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga
proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable
learning).
Pengelolaan
Tenaga Kependidikan yang efektif
Tenaga
kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah
merupakan wadah. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari
kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga
sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.
Sekolah
memiliki Budaya Mutu
Budaya
mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu
didasari oleh profesionalisme.
Sekolah
memiliki “Teamwork” yang kompak, Cerdas, dan Dinamis
Kebersaman (teamwork) merupakan
karateristik yang dituntut oleh MBS, karenaoutput pendidikan merupakan
hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual.
Sekolah
memiliki Kewenangan (kemandirian)
Sekolah
memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya,
sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja
yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.
Sekolah
memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi
ini ditunjukan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagai alat kontrol.
Sekolah
memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan pisik)
Tentu
saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat
fisik maupun psikologis
Sekolah
Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan.
Evaluasi
belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya
serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah
bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan
meyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah.
Memiliki
Komunikasi yang baik
Sekolah
yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik terutama antar warga sekolah,
dan juga sekolah-masyarakat sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
masing-masing warga sekolah dapat diketahui.
Sekolah
memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas
adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap
keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini
berbentuk laporan prestsi yang dicapaikan dan dilaporkan kepada
pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat.
Sekolah
memiliki Kemampuan Manajemen Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki
kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam
program maupun pendanaannya.
B. Tindak
Lanjut
1. Menyusun pedoman pengelolaan sekolah, struktur
organisasi sekolah, dan pelaksanaan kegiatan sekolah dilakukan secara bergilir setiap tahun
2. Peningkatan
kualifikasi akademik pendidikan guru
3. Meningkatkan prestasi akademik maupun non akademik
· Mengadakan
pembinaan khusus kepada siswa yang memiliki kemampuan lebih, baik di bidang
akademik maupun non akademik
· Mengadakan
pekan kreativitas siswa setiap semester
4. Perbaikan
dan penambahan sarana dan prasarana
5. Melakukan inovasi pembelajaran melalui pendekatan
PAKEM, intranet dan internet
· Menambah
koleksi buku-buku/referensi bagi guru-guru di perpustakaan
· Melakukan
studi banding
· Melakukan
workshop TIK Komputer secara teratur
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Implementasi manajemen berbasis sekolah dapat
meningkatkan mutu pendidikan dengan strategi yang tepat dan sesuai dengan
sekolah. Tahap-tahap yang dilaksanakan ada 3 yaitu tahap sosialisasi, tahap
piloting, tahap diseminasi. Ketiga tahap ini harus dilaksanakan secara urut dan
sesuai. Didukung dengan semua komponen sekolah, mutu pendidikan dalam suatu
sekolah akan tercapai dengan hasil yang memuaskan.
B. Saran
Sebaiknya tahap-tahap
implementasi manajemen berbasis sekolah dilaksanakan secara urut dan tidak
hanya beberapa komponen yang melaksanakan, tetapi seluruh komponen sekolah
harus terlibat agar kerja sama dalam memanajemen sekolah kompak dan seluruh
kegiatan terkomunikasikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Metode Penelitian.
Dirjen PMPTK. (2012). Buku Pedoman Pemilihan Kepala Sekolah Berprestasi Tahun 2012. Jakarta: Depdiknas.
KKKS, (2009). Bahan Belajar Mandiri: Dimensi Kompetensi Kepribadian. Jakarta:
Dirjen PMPTK Depdiknas.
KKKS, (2009). Bahan Belajar Mandiri: Dimensi Kompetensi Manajerial. Jakarta:
Dirjen PMPTK Depdiknas.
KKKS, (2009). Bahan Belajar Manadiri: Dimensi Kompetensi Kewirausahaan. Jakarta:
Dirjen PMPTK Depdiknas.
KKKS, (2009). Bahan Belajar Mandiri: Dimensi Kompetensi Sosial. Jakarta: Dirjen
PMPTK Depdiknas.
KKKS, (2009). Bahan Belajar Mandiri: Dimensi Kompetensi Supervisi. Jakarta:
Dirjen PMPTK Depdiknas.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta.
Standar Isi (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
Standar Kompetensi Lulusan (Permendiknas No.
23 Tahun 2006)
Standar Proses (Permendiknas No. 41 Tahun
2007)
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Permendiknas
No. 16 Tahun 2007)
Standar Sarana dan Prasarana (Permendiknas
No. 24 Tahun 2007)
Standar Pengelolaan Pendidikan (Permendiknas
No. 19 Tahun 2007)
Standar Penilaian Pendidikan (Permendiknas
No. 20 Tahun 2007)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. CV.
Panca Usaha
0 Tanggapan "[KTI] Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Di SDN Ciwangi"
Post a Comment