Pada umumnya masyarakat Indonesia saat ini tergantung pada pasar, penggeseran paradigma dari masyarakat produktif menuju masyarakat konsumtif telah menimbulkan permasalahan baru. Oleh karena itu pada saat-saat tertentu sangat sulit sekali untuk menjamin stabilitas ketersediaan bahan pangan, dan harga pangan di pasaran. Selain itu permintaan suplai pangan yang sangat tinggi memicu tumbuhnya industri pertanian yang tidak sehat.
Dalam konteks lokal, Kabupaten Purwakarta sebagai masyarakat agraris, dengan iklim yang mendukung budaya pertanian, maka sebagian masyarakatnya hidup dengan mengkonsumsi hasil pertanian dan mayoritas bermata pencaharian petani. Tumbuhnya Masyarakat Konsumtif di Indonesia termasuk Purwakarta, yang terus menjadi pasar dari para produsen segala macam produk termasuk pertanian. Maka ancaman ekonomi dan kesehatan menjadi masalah besar bangsa kita khususnya Purwakarta.
Penggunaan berbagai pupuk kimia dalam bidang pertanian dengan standarisasi tertentu sesuai permintaan pasar, serta ketergantungan terhadap pestisida dan herbisida kimiawi saat ini, telah berdampak pada semakin tercemarnya lahan pertanian, seperti rusaknya kualitas tanah, air, dan udara serta menjadi ancaman yang serius terhadap kesehatan. Hal tersebut diakibatkan dari residu zat kimia berbahaya yang masih tertinggal pada buah dan sayuran yang dikonsumsi. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena jauh sebelumnya nenek moyang bangsa Indonesia justru sudah memperaktekan metode-metode pertanian alami yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan tanpa ketergantungan terhadap penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi.
Untuk mengatasi hal tersebut, cara bercocok tanam yang aman, ramah lingkungan, dan ekonomis harus mulai dibudayakan. Kegiatan tersebut dapat diwujudkan melalui penumbuhan kesadaran tentang cara bercocok tanam yang benar. Pendidikan dapat berkontribusi untuk mensosialisasikan, mengenalkan, mengajarkan, melatih, dan membiasakan cara bercocok tanam kepada peserta didik melalui pembelajaran kurikuler maupun kokurikuler, dan memberi pengalaman belajar peserta didik yang bermakna serta berbasis pelestarian ekologi.
Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta menanggapi permasalahan tersebut dengan membuat kebijakan pendidikan berbasis semesta melalui insersi wawasan seputar pertanian alami dengan mengedapankan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berkearifan lokal sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran baru berkehidupan ekologis.
Kebijakan tersebut diwujudkan melalui program Tatanén Di Balé Atikan yang diinisiasi sebagai suatu upaya untuk menjadikan sekolah sebagai laboratorium pembelajaran yang memberi pengalaman belajar bermakna kepada peserta didik berbasis pelestarian ekologi. Program ini bukan hanya sekedar program bercocok tanam di sekolah, tetapi lebih pada menjadikan lingkungan sekolah sebagai laboratorium belajar agar memiliki kompetensi dan karakter yang sesuai dengan kodrat alam dan dirinya.
Tatanén Di Balé Atikan adalah kegiatan untuk mengenal ekosistem lingkungan secara nyata dan merawat serta memelihara tanaman yang dibudidayakan untuk menumbuhkan kesadaran hidup ekologis bagi seluruh warga sekolah, secara arif dan cerdas sekaligus menjadikan semesta sebagai laboratorium belajar peserta didik untuk tumbuh kembang sesuai kodrat dirinya, kodrat alamnya, dan kodrat jamannya.
Program Tatanén Di Balé Atikan merupakan kegiatan yang menjawab tantangan abad 21 yang akan menghasilkan perserta didik yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat dirinya, kodrat alam, dan kodrat zamannya yaitu peserta didik yang berkarakter serta memiliki kecakapan untuk menghadapi tantangan global.
0 Tanggapan "Pancaniti sebagai Pola Operasional Tatanén Di Balé Atikan"
Post a Comment