Sejak
zaman dahulu, literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan
manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Pada zaman prasejarah
manusia hanya membaca tanda-tanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri.
Mereka menulis simbol-simbol dan gambar buruannya pada dinding gua. Seiring
dengan perubahan waktu, berkembanglah taraf kehidupan manusia, dari tidak mengenal
tulisan hingga melahirkan pemikiran untuk membuat kode-kode dengan
angka dan huruf sehingga manusia dikatakan makhluk yang mampu berpikir.
Pemikiran tersebut akhirnya melahirkan suatu kebudayaan. Proses perkembangan
literasi berasal dari mulai dikenalnya tulisan yang pada saat itu menggunakan
perkamen sebagai media untuk menulis.
Baca Juga: Gerakan Literasi Nasional, Panduan, Modul Literasi Dasar
Perkamen
adalah alat
tulis pengganti kertas yang dibuat dari kulit binatang (seperti biri-biri,
kambing, atau keledai). Perkamen biasanya digunakan untuk halaman buku, codex,
atau manuskrip yang digunakan oleh masyarakat dunia pada sekitar 550 sebelum
Masehi dapat memahami pesan
dan berkomunikasi efektif dengan orang lain
dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, mengolaborasi,
mengomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan
aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi
harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap berbagai
dampak positif dan negatif yang mungkin
terjadi akibat penggunaan teknologi dalam informasi yang pasif menjadi produsen
aktif, baik secara individu maupun sebagai
bagian dari komunitas. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi
mereka untuk tersisih dalam persaingan
memperoleh pekerjaan, partisipasi demokrasi, dan interaksi
sosial.
PENGERTIAN
Menurut Paul
Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi
komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika
komputer mikro semakin luas
dipergunakan, tidak saja
di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat.
Namun,
literasi informasi baru menyebar luas pada dekade 1990-an manakala informasi
semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi
berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital
lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai,
memahami, dan menyebarluaskan informasi.
Literasi
digital akan menciptakan tatanan masyarakat denganpola pikir dan pandangan yang
kritis-kreatif. Mereka tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif,
menjadi korban informasi hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital.
Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan cenderung aman dan
kondusif. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif
masyarakat secara bersama-sama. Keberhasilan membangun literasi digital
merupakan salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan
kebudayaan.
Sebagai salah satu media baru, internet yang hadir pada
akhir 1980-an merupakan jaringan teknologi yang berkembang sangat cepat (Hill
& Sen, 2005:10). Internet hadir dalam kehidupan sehari-hari melalui
berbagai piranti seperti laptop, tablet, telepon genggam (terutama telepon
pintar). Dengan internet, manusia modern dapat melakukan beragam kegiatan
seperti: mencari informasi, merencanakan perjalanan, membaca surat kabar,
menulis dan membaca artikel, berkomunikasi melalui surat elektronik, mengirim
dan mengobrol melalui pesan instant, menelepon, berdiskusi, berkonferensi,
mendengarkan musik dan radio, melakukan pemesanan atau pembelian barang secara online,
mengembangkan relasi, memelihara hubungan, melayangkan protes, berpartisipasi
politik secara aktif, bermain games, menciptakan pengetahuan bersama,
mengunduh piranti lunak dan data digital, dan sebagainya (Fuchs, 2008:1). Ragam
kegiatan yang dilakukan melalui internet tersebut semakin berkembang dari waktu
ke waktu. Berbagai aktivitas baru pun bermunculan, seperti membuat dan
membagikan video harian, menonton televisi secara langsung melalui internet,
dan lain sebagainya.
Secara umum
yang dimaksud dengan literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan,
membuat dan mengkomunikasikan konten/informasi, dengan kecakpan kognitif maupun
teknikal. Ada banyak model kerangka (framework) untuk literasi digital yang
dapat ditemukan di Internet, dengan ragam nama dan bentuk. Setiap model
memiliki keunikan dan keunggulannya masing-masing.
Dalam masyarakat modern dewasa ini, relasi manusia dengan
media baru semakin intim. Penggunaan internet, baik dalam kehidupan profesional
maupun pribadi semakin tinggi. Internet juga menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di ruang kerja, publik, maupun
keluarga. Bab ini secara garis besar menjelaskan arti penting literasi digital
dalam masyarakat modern di mana interaksi manusia dengan internet semakin
intens, termasuk penggunaannya dalam keluarga.
Sifat internet yang dua arah juga memungkinkan seorang
pengguna menjadi seorang produser sekaligus. Pengguna tidak hanya pasif
menerima pesan namun juga secara aktif dapat melakukan produksi pesan. Sifat
internet yang juga personal memfasilitasi pengguna dalam menyeleksi pesan yang
diinginkannya. Sifat internet yang demikian memberikan kontribusi pada
bagaimana pengguna mengaplikasikannya. Berbagai isu mengenai penggunaan
internet dalam keluarga dan penggunaannya oleh anak-anak semakin mendapatkan
perhatian.
Kecakapan literasi digital, tentu saja bukan hanya
berkaitan dengan keterampilan teknis mengakses internet, namun juga kemampuan
dalam memfilter beragam informasi dan hiburan yang disediakan oleh internet,
termasuk di sini beragam aplikasi di ponsel yang digemari anak-anak. Dengan
demikian, literasi memiliki makna bukan hanya sebatas proses anak berinteraksi
dengan internet, tapi juga bagaimana interaksi tersebut memiliki kontribusi
pada beragam aspek tumbuh kembang anak. Dalam pengertian ini, literasi juga
meliputi peran orangtua dalam mendampingi anak, terutama mereka yang berusia
dini. Interaksi anak dengan internet dan juga interaksi orangtua dengan anak
dalam pendampingan menggunakan internet idealnya merupakan suatu proses yang
simultan. Sayangnya, observasi tentang interaksi dan proses ini belum banyak
dilakukan di Indonesia.
Download Seri Bacaan Literasi Digital:
0 Tanggapan "Literasi Digital Di Indonesia"
Post a Comment