Sejak tahun 2016 Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai
bagian dari implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan membentuk kelompok kerja Gerakan Literasi Nasional untuk
mengoordinasikan berbagai kegiatan literasi yang dikelola unit-unit kerja
terkait. Gerakan Literasi Masyarakat, misalnya, sudah lama dikembangkan
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen
PAUD Dikmas), sebagai tindak lanjut dari program pemberantasan buta aksara yang
mendapatkan penghargaan UNESCO pada tahun 2012 (angka melek aksara sebesar
96,51%). Sejak tahun 2015 Ditjen PAUD Dikmas juga menggerakkan literasi
keluarga dalam rangka pemberdayaan keluarga meningkatkan minat baca anak.
Bersamaan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah untuk meningkatkan daya baca
siswa dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggerakkan literasi bangsa
dengan menerbitkan buku-buku pendukung bagi siswa yang berbasis pada kearifan
lokal. Tahun 2017 ini Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen
GTK) menggagas Gerakan Satu Guru Satu Buku (Sagu Sabu) untuk meningkatkan
kompetensi dan kinerja guru dalam pembelajaran baca dan tulis.
Salah
satu di antara enam literasi dasar yang perlu kita kuasai adalah literasi
baca-tulis. Membaca dan menulis merupakan literasi yang dikenal paling awal
dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya tergolong literasi fungsional
dan berguna besar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki kemampuan
baca-tulis, seseorang dapat menjalani hidupnya dengan kualitas yang lebih baik.
Terlebih lagi di era yang semakin modern yang ditandai dengan persaingan yang
ketat dan pergerakan yang cepat. Kompetensi individu sangat diperlukan agar
dapat bertahan hidup dengan baik.
Membaca
merupakan kunci untuk mempelajari segala ilmu pengetahuan, termasuk informasi
dan petunjuk sehari-hari yang berdampak besar bagi kehidupan. Ketika menerima
resep obat, dibutuhkan kemampuan untuk memahami petunjuk pemakaian yang
diberikan oleh dokter. Jika salah, tentu akibatnya bisa fatal. Kemampuan
membaca yang baik tidak sekadar bisa lancar membaca, tetapi juga bisa memahami
isi teks yang dibaca. Teks yang dibaca pun tidak hanya katakata, tetapi juga
bisa berupa simbol, angka, atau grafik.
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan
untuk (a) menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang
terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis
dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisis informasi
yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) lalu
menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan
mengambil keputusan.
Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi
hitung di dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan,
dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara)
dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat
di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap
bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis
untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada
apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis,
misalnya grafik, bagan, dan tabel.
Literasi sains dapat
diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi
pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta
mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran
bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan
budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait
sains (OECD, 2016). National Research Council (2012) menyatakan bahwa rangkaian
kompetensi ilmiah yang dibutuhkan pada literasi sains mencerminkan pandangan
bahwa sains adalah ansambel dari praktik sosial dan epistemik yang umum pada
semua ilmu pengetahuan, yang membingkai semua kompetensi sebagai tindakan.
Literasi finansial adalah pengetahuan
dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko,
keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial
untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan
dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) juga memberikan penekanan mengenai pentingnya inklusi finansial sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari literasi finansial. Pengertian inklusi
finansial sendiri adalah sebuah proses yang menjamin kemudahan akses,
ketersediaan, dan penggunaan sistem keuangan formal untuk semua individu.
Menurut
Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi
digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi
dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses
melalui piranti komputer.Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai
literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi.
Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro semakin
luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat.
Namun, literasi informasi baru menyebar luas pada dekade 1990-an manakala
informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi
berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital
lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai,
memahami, dan menyebarluaskan informasi.
bangsa.
Sementara itu, literasi kewargaan adalah kemampuan dalam memahami hak dan
kewajiban sebagai warga negara. Dengan demikian, literasi budaya dan kewargaan
merupakan kemampuan individu dan masyarakat dalam bersikap terhadap lingkungan
sosialnya sebagai bagian dari suatu budaya dan bangsa.
Literasi
budaya dan kewargaan menjadi hal yang penting untuk dikuasai di abad ke-21.
Indonesia memiliki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaaan, adat istiadat,
kepercayaan, dan lapisan sosial. Sebagai bagian dari dunia, Indonesia pun turut
terlibat dalam kancah perkembangan dan perubahan global. Oleh karena itu,
kemampuan untuk menerima dan beradaptasi, serta bersikap secara bijaksana atas
keberagaman ini menjadi sesuatu yang mutlak.
Download Modul Literasi Dasar dan Panduan:
Source: www.gln.kemdikbud.go.id
0 Tanggapan "Gerakan Literasi Nasional (GLN), Panduan, Modul Literasi Dasar"
Post a Comment