Terkait dengan
perlindungan Hukum terhadap guru pada dasarnya sudah ada peraturan
perundang-undangan yang telah mengatur dimana Undang-undang perlindungan guru
sebenarnya sudah ada sejak tahun 2005 melalui terbitnya Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dimana
didalamnya sudah mengatur tentang perlindungan bagi guru di dalam melaksanakan
tugasnya. Didalam ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tersebut
ditegaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,
dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam
pelaksanaan tugas.
Adapun Perlindungan terhadap guru tersebut sendiri di dalam
Undang-Undang disebutkan meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja. Berikut isi dari ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen :
Sebagaimana
kita lihat didalam ketentuan pasal 39 ayat (3) diatas disebutkan bahwa Perlindungan
hukum terhadap guru sesuai amanat undang-undang tersebut mencakup perlindungan
hukum terhadap tindak kekerasan, perlakuan diskriminatif, intimidasi, ancaman,
atau perlakuan tidak adil dari
pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
maupun pihak lain. Selain dasar perlindungan
hukum bagi guru tersebut peraturan yang terbaru yang mengaturjuga terdapat didalam
ketentuan Permendikbud Nomor 10 tahun 2017 Tentang Perlindungan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan dimana didalam ketentuan pasal 2 ayat (3) mengatakan perlindungan
hukum mencakup terhadap:
a. tindak kekerasan;
b. ancaman;
c. perlakuan diskriminatif;
d. intimidasi; dan/atau
e. perlakuan tidak adil,
dari pihak peserta didik, orang tua peserta
didik, Masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain yang terkait dengan
pelaksanaan tugas sebagai Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Di dalam
Permendikbud ini diatur juga mengenai pihak-pihak yang
berkewajiban/ bertanggungjawab di dalam Perlindungan Hukum ini yaitu:
a.
Pemerintah
yangdilakukan oleh Kementerian atau kementerian lain yang menyelenggarakan
urusan pemerintah di bidang pendidikan dimana dilakukan dalam bentuk advokasi
nonlitigasi yang meliputi :
a)
konsultasi
hukum
dapat
berupa pemberian saran atau pendapat untuk penyelesaian sengketa atau
perselisihan.
b)
mediasi
merupakan
cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak.
c)
pemenuhan
dan/atau pemulihan hak Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
berupa bantuan kepada Pendidik dan
Tenaga Kependidikan untuk mendapatkan penasihat hukum dalam penyelesaian
perkara melalui proses pidana, perdata, atau tata usaha negara, atau pemenuhan
ganti rugi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
b.
Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya;
c.
Satuan
Pendidikan;
d.
Organisasi
Profesi; dan/atau
e.
Masyarakat.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam
pelaksanaan tugas utamanya diatur dalam petunjuk teknis yang ditetapkan oleh
direktur jenderal terkait.
Sedangkan
dasar hukum terkait kewenangan pemberian sanksi oleh guru kepada anak didiknya
tertuang didalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.
Pasal 39 PP No 78 tahun 2008 tentang Guru menyatakan bahwa guru
memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar
norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak
tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan
peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah
kewenangannya. Guru dapat memberikan sanksi berupa teguran dan/atau peringatan,
baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan
kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan. Jika
pemberian sanksi terhadap pelanggaran tersebut di luar kewenangan Guru, maka
guru dapat melaporkannya kepada pemimpin satuan pendidikan. Adapun bunyi
ketentuan pasal 39 adalah sebagai berikut :
Beberapa
Peraturan Perundang-undangan diatas sebenarnya telah memberikan dasar hukum
bagi para stakeholder terkait didalam memberikan perlindungan Hukum bagi Guru
utamanya pemberian bantuan hukum bagi guru yang tersangkut kasus hukum didalam
menjalankan profesinya. Namun demikian berdasarkan fakta dilapangan terdapat
kejadian bahwa seorang guru dilaporkan oleh wali murid kepada polisi kemudian
diproses secara hukum pidana karena diduga melakukan tindakan pidana karena
memarahi, menjewer, mencubit, menyuruh push up dll. Bahkan yang lebih miris
guru yang seharusnya dihormati dijebloskan ke penjara oleh orangtua wali/anak
didiknya sendiri. Disisi lain ada pula guru yang dipukuli oleh orangtua wali
karena guru tersebut memarahi anaknya yang melanggar peraturan disiplin
disekolah. Berdasarkan fakta tersebut Pada dasarnya kami sepakat bahwa hukuman
kekerasan dilingkup pendidikan memang tidaklah tepat apalagi jika kekerasan itu
sudah masuk dalam kategori penganiayaan yang menimbulkan luka siswa didik namun
demikian tidak seharusnya permasalahan tersebut harus diselesaikan secara
pidana. Aparat hukum harus memahami bahwa Guru sebagai tenaga pendidik memiliki
atasan Kepala Sekolah sedangkan kepala sekolah memiliki atasan di Dinas
Pendidikan dan seterusnya secara berjenjang sehingga jika terjadi kesalahan
maka laporan seharusnya dilakukan kepada pihak sekolah bukan kepada pihak
kepolisian. Laporan disampaikan kepolisian jika memang tindakan guru tersebut
sudah menjurus pada tindakan pidana kejahatan kepada siswa sebagaimana diataur
didalam berbagai peraturan perundang-undangan. Akan tetapi jika hanya mencubit
atau memberikan hukuman fisik yang mendidik seharusnya cukup dilaporkan kepada
atasan langsung dari guru yang bersangkutan.
Untuk
menghindari terjadinya banyak laporan Guru Ke Polisi oleh Pihak orangtua wali
maka seharusnya peraturan perundang-undangan memberikan perlindungan hukum.
Wujud perlindungan hukum yang selama ini sendiri masih belum berorientasi pada
lex spesialis atau pengaturan secara khusus terkait perlindungan hukum bagi
guru ini sebagaimana undang-undang yang berlaku khusus lainnya. Sebagai contoh
didalam Undang-Undang sistem peradilan pidana anak diatur mengenai kewajiban
melakukan diversi bagi Anak di Bawah Umur Pelaku tindak pidana dimana hal ini
dilakukan untuk melindungi hak anak yang masih dibawah umur. Selain itu didalam
ketentuan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual juga disebutkan bahwa penyidik
berkewajiban untuk mengupayakan proses mediasi terlebih dahulu sebelum masuk ke
proses penyelidikan dimana hal ini dilakukan guna melindungi hak ekonomi
pemegang hak cipta terhadap pelanggar hak cipta. Dengan demikian apabila
melihat kasus yang sering terjadi terkait laporan tindak pidana terhadap guru
yang menghukum muridnya ketika melakukan pelanggaran bahkan hanya karena dicubit,
disuruh push up, lari dll maka Undang-Undang seharusnya secara tegas
memerintahkan di dalam Undang-Undang Tentang Dosen dan Guru bahwa perlindungan
terhadap guru salah satunya memerintahkan untuk dilakukan diversi oleh penegak
hukum atau memerintahkan upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan terlebih
dahulu sebelum mulai dilakukannya penyidikan.Sedangkan dalam rangka upaya
melindungi guru dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh wali murid maka
ancaman sanksi pidana tindakan kekerasan dapat diperberat dimana diatur khusus
didalam Undang-undang tentang Guru dan Dosen sehingga berlaku secara lex
spesialis “khusus’ bagi pelaku tindak kekerasan bagi guru.
Download:
0 Tanggapan "Perlindungan Hukum Terhadap Guru"
Post a Comment