Bangsa
besar adalah bangsa yang memiliki karakter kuat berdampingan dengan kompetensi
yang tinggi, yang tumbuhkembang dari pendidikan menyenangkan dan lingkungan
yang menerapkan nilai-nilai baik dalam seluruh sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hanya dengan karakter yang kuat dan kompetensi yang tinggilah jati
diri bangsa menjadi kokoh, kolaborasi dan daya saing bangsa meningkat sehingga
mampu menjawab berbagai tantangan era abad 21. Untuk itu, pendidikan
nasional harus berfokus pada penguatan karakter di samping pembentukan
kompetensi.
Karakter
adalah watak, perilaku dan budi pekerti yang menjadi ruh dalam pendidikan.
Dengan demikian diperlukan suatu gerakan untuk melakukan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK) melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah
pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik). PPK memiliki skema kerja sama
antara sekolah, keluarga, dan masyarakat dengan dukungan pelibatan publik,
Penataan
kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia tersebut dapat dimulai
dengan menempatkan kembali karakter sebagai ruh atau dimensi terdalam
pendidikan nasional berdampingan dengan intelektualitas yang tercermin dalam
kompetensi. Dengan karakter yang kuat-tanggung beserta kompetensi yang tinggi,
yang dihasilkan oleh pendidikan yang baik, pelbagai kebutuhan, tantangan, dan
tuntutan baru yang disebut di atas dapat dipenuhi atau diatasi. Oleh karena
itu, selain pengembangan intelektualitas, pengembangan karakter peserta didik
sangatlah penting atau utama dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
Dikatakan demikian karena pada dasarnya pendidikan bertujuan mengembangkan
potensi-potensi intelektual dan karakter peserta didik. Hal ini telah ditandaskan
oleh berbagai pemikiran tentang pendidikan dan berbagai peraturan perundang-undangan
tentang pendidikan.
Sebagai
contoh, beberapa puluh tahun lalu Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan
Indonesia, telah menandaskan secara eksplisit bahwa “Pendidikan adalah daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelec)
dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat
memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita” (Karya Ki Hadjar Dewantara Buku I:
Pendidikan). Demikian juga laporan
Delors untuk pendidikan Abad XXI, sebagaimana tercantum dalam buku
Pembelajaran: Harta Karun di Dalamnya, menegaskan bahwa pendidikan Abad XXI
bersandar pada lima tiang pembelajaran sejagat (five pillar of learning),
yaitu learning to know, learning to do, learning to live together,
dan learning to be serta learning to transform for oneself and
society.
Dalam
pada itu, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
telah ditegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional juga terpapar secara
tersurat berbagai kompetensi yang bersangkutan dengan karakter di
samping intelektualitas.
Hal
tersebut menandakan bahwa sesungguhnya pendidikan bertugas mengembangkan
karakter sekaligus intelektualitas berupa kompetensi peserta didik. Sehubungan
dengan itu, penyelenggaraan pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan
menengah dapat dikatakan sudah berada pada jalur yang tepat, on the track,
karena telah mendidikkan karakter sekaligus membentuk intelektualitas berupa
kompetensi. Meskipun demikian, proporsi pendidikan karakter dengan pendidikan
intelektual belum berimbang akibat berbagai faktor. Usaha penyeimbangan
pendidikan karakter dengan pembentukan kompetensi senantiasa harus dilakukan.
Demi kepentingan masa depan bangsa Indonesia, bahkan sejak sekarang perlu
dilakukan pemusatan (centering) pendidikan karakter dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional Indonesia. Kesadaran sekaligus usaha pemusatan pendidikan karakter
di jantung pendidikan nasional semakin kuat ketika pada tahun 2010 pemerintah
Indonesia mencanangkan sekaligus melaksanakan kebijakan
Gerakan Nasional Pendidikan Karakter berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN)
Pendidikan Karakter Bangsa.
Hal
tersebut perlu dilanjutkan, dioptimalkan, diperdalam, dan bahkan diperluas
sehingga diperlukan penguatan pendidikan karakter bangsa. Untuk itu, sejak sekarang
perlu dilaksanakan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan
mengindahkan asas keberlanjutan dan kesinambungan.
Gerakan
PPK menempati kedudukan fundamental dan strategis pada saat pemerintah
mencanangkan revolusi karakter bangsa sebagaimana tertuang dalam Nawacita
(Nawacita 8), menggelorakan Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan menerbitkan
RPJMN 2014 -2019 berlandaskan Nawacita. Sebab itu, Gerakan PPK dapat dimaknai
sebagai pengejawantahan Gerakan Revolusi Mental sekaligus bagian integral Nawacita.
Sebagai
pengejawantahan Gerakan Nasional Revolusi Mental sekaligus bagian integral
Nawacita, Gerakan PPK menempatkan pendidikan karakter sebagai dimensi terdalam
atau jantung-hati (heart) pendidikan nasional sehingga pendidikan
karakter menjadi poros pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut,
Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus
menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah
dilaksanakan sampai sekarang.
Dalam
hubungan ini pengintegrasian dapat berupa pemaduan kegiatan kelas, luar kelas
di sekolah,
dan luar sekolah (masyarakat/komunitas); pemaduan kegiatan intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler; pelibatan secara serempak warga sekolah,
keluarga, dan masyarakat; perdalaman dan perluasan dapat berupa penambahan dan
pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengebangan karakter
siswa, penambahan dan pemajangan
kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah
atau luar sekolah; kemudian penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok
guru, Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan
Gerakan PPK. Baik pada masa sekarang maupun masa akan datang, pengintegrasian,
pendalaman, perluasan, dan penyelarasan program dan kegiatan pendidikan
karakter tersebut perlu diabdikan untuk mewujudkan revolusi mental atau revolusi
karakter bangsa. Dengan demikian, Gerakan PPK merupakan jalan perwujudan
Nawacita dan Gerakan Revolusi Mental di samping menjadi poros kegiatan
pendidikan yang berujung pada terciptanya revolusi
karakter bangsa.
Download:
> Paparan Konsep Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
> Kebijakan dan Konsep Dasar PPK
> Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah
> PPK Berdasis Kelas SD
> PPK Berbasis Kelas SMP
> PPK Berbasis Budaya Sekolah
> PPK Berbasis Masyarakat
> Panduan Penilaian PPK
Update:
> Panduan Penilaian PPK
Baca Juga:
Membuat Jadwal Pelajaran Kurikulum 2013 dengan 5 Hari Proses Belajar
> Kebijakan dan Konsep Dasar PPK
> Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah
> PPK Berdasis Kelas SD
> PPK Berbasis Kelas SMP
> PPK Berbasis Budaya Sekolah
> PPK Berbasis Masyarakat
> Panduan Penilaian PPK
Update:
> Panduan Penilaian PPK
Baca Juga:
Membuat Jadwal Pelajaran Kurikulum 2013 dengan 5 Hari Proses Belajar