Bupati Purwakarta, H. Dedi Mulyadi, S.H.
bermaksud menamai sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Purwakarta dengan nama
tokoh-tokoh sejarah yang pernah ada di Tatar Sunda. Maksud penamaan ini adalah
untuk menghilangkan persaingan tidak sehat antar sekolah, karena adanya sekolah
favorit dan non-favorit.
Penamaan sekolah dengan nama-nama
tokoh sejarah Tatar Sunda ini diambil dari berbagai sumber yaitu buku sejarah
lokal yang telah kami terbitkan, antara lain Sejarah Jawa Barat (2001/2013), Sejarah
Kerajaan Talaga (2012), Sejarah Kabupaten Sumedang dari Masa ke Masa (2008), Sejarah
Kabupaten Lebak (2006), Sejarah Kabupaten Karawang (2011), Sejarah Kerajaan Sunda
(2013), Sejarah Kabupaten Ciamis (2005/2013), Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa
Barat (2000/2013), Kabupaten Kuningan dari Masa ke Masa (2014); laporan
penelitian yang belum kami terbitkan, antara lain Peradaban Karawang pada masa
Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sunda (2011), Dari Talaga Hingga Kabupaten
Majalengka (2014), dan Sejarah Provinsi Banten (2014).
Beberapa karya ilmiah (tesis atau
disertasi) atau buku karya sejarawan dari Universitas Padjadjaran juga kami
jadikan sebagai rujukan, antara lain Bupati R. A. A. Martanagara; Studi Kasus
Elite Birokrasi Pribumi di Kabupaten Bandung (Nina H. Lubis, Tesis, 1990), Kehidupan
Kaum Menak Priangan, 1800-1942 (Nina H. Lubis, 1998), Garoet Kota Intan;
Sejarah Lokal Kota Garut sejak Zaman Kolonial hingga Masa Kemerdekaan (Kunto
Sofianto, 2001).Cianjur: Antara Priangan dan Buitenzorg; Sejarah Cikal Bakal
Cianjur dan Perkembangannya hingga 1942 (Reiza D. Dienaputra, 2004), Sejarah
Majalengka; Sindangkasih – Madja – Majalengka (N. Kartika, 2008), Kota Bogor;
Studi tentang Perkembangan Ekologi Kota pada Abad Ke-19 hingga Abad Ke-20
(Mumuh Muhsin, 2010), dan Sejarah Kota Tasikmalaya, 1820 – 1942 (Miftahul
Falah, 2010). Selain buku, karya ilmiah, dan laporan penelitian, kami pun
menggunakan Naskah Sunda, baik naskah yang telah diterbitkan menjadi buku atau
naskah yang baru diteliti oleh filolog, sebagai bahan rujukan antara lain Carita
Parahyangan, Fragmen Carita Parahyangan, Babad Cirebon Edisi Brandes, Kropak
632 dari Kabuyutan Ciburuy, Carita Ratu Pakuan, Carita Purwaka Caruban Nagari, Naskah
Sajarah Banten, Wawacan Sajarah Galuh, Babad Sukapura, Sajarah Sukapura, Babad
Tanah Pasundan, dan Carita Dipati Ukur.
Penyusun
(Tim)
menggunakan beberapa buku dan dokumen resmi Pemerintah Hindia Belanda di luar
yang telah kami sebutkan, antara lain Priangan; de Preanger-Regentschappen
onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811 (F. de Haan, 1910-1912), Geschiedenis
der Preanger Regentschappen; Kort Overzigt (R. A. Kern, 1898), Talaga; Tetelar
Sajarah nu teu Dipirosea (Rais Purwacarita, 2009), Regeringsalmanak voor
Nederlandsch-Indië, Almanak Soenda, dan sebagainya.
Nama raja-raja yang pernah ada yaitu
dari Kerajaan Tarumanegara (abad ke-5 sampai abad ke-7), Kerajaan Sunda dan
Galuh (abad ke-8 sampai abad ke-16), Kesultanan Cirebon (mulai akhir abad
ke-15) dan Kesultanan Banten (mulai awal abad ke-16) serta kerajaan-kerajaan
kecil (kerajaan wilayah/vasal dari Kerajaan Sunda) seperti Kerajaan Talaga
(abad ke-15-17) dan Kerajaan Tembong Agung (abad ke-15-16). Namun tidak semua
nama raja itu memiliki bukti historis kuat, dan hanya disebut dalam
historiografi tradisional (naskah lama) .
Untuk nama SMA Negeri dan SMK Negeri dipakai nama raja-raja yang benar-benar tertulis dalam sumber primer seperti prasasti dan naskah sejaman. Sedangkan nama raja-raja lainnya, dipakai untuk nama SMP Negeri. Akan tetapi, beberapa SMPN tidak memakai nama raja, melainkan nama menak karena tidak semua raja yang diketahui oleh masyarakat dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Jumlah sekolah negeri yang ada di
Kabupaten Purwakarta cukup banyak, yaitu SMA Negeri ada 17 buah, SMK
Negeri ada 15 buah, SMP Negeri ada 157 buah dan SD Negeri ada 429 buah,
total 618 buah. Nama raja-raja yang penah ada tidak cukup untuk menamai
seluruh sekolah.Apalagi nama raja yang dikenal memiliki perilaku terpuji tidak
kami pakai. Oleh karena itu, diambil nama kerabat raja-raja tersebut,
seperti isteri, anak, atau adik raja yang tercatat dalam sumber. Selain itu,
diambil juga nama patih atau pejabat kerajaan yang juga tercatat dalam naskah.
Selanjutnya diambil juga nama para bupati, patih, jaksa, dan wedana terutama
dari masa kolonial. Para menak ini kami pandang layak diajukan karena mereka
memiliki hubungan kekerabatan dengan raja-raja Sunda sebelumnya.
Agar sistematis, penamaan sekolah
untuk SMP dan SD karena jumlahnya banyak, diklasifikasi per kecamatan sesuai
dengan nama tokoh sejarah per kabupaten. Sebagai ilustrasi, khusus untuk SMP
Negeri yang berlokasi di wilayah Kecamatan Purwakarta, kami ajukan nama bupati,
patih, jaksa, dan wedana di lingkungan Kabupaten Karawang. Ini kami lakukan
mengingat sebelum menjadi kabupaten mandiri, Purwakarta merupakan bagian dari
Kabupaten Karawang. Demikian juga dengan SMP Negeri yang terletak di Kecamatan
Maniis, kami ajukan nama-nama menak dari Kabupaten Cianjur untuk dijadikan
sebagai nama SMP Negeri. Pertimbangannya karena kecamatan ini berbatasan
langsung dengan Kabupaten Cianjur. SMP Negeri yang berlokasi di Kecamatan
Babakancikao, Bungursari, Campaka, Pasawahan, Jatiluhur, Sukatani, Sukasari,
Tegalwaru, dan Plered diambil dari nama-nama Raja Sunda beserta kerabatnya
(istri, anak, adik, atau menantu). Sementara itu, SMP Negeri yang berlokasi di
Kecamatan-Kecamatan: Pondoksalam, dan Wanayasa kami menggunakan nama-nama raja
dari Kerajaan Talaga (kerajaan wilayah/vasal Kerajaan Sunda kemudian Kesultanan
Cirebon). Adapun SMP Negeri yang berlokasi di Kecamatan-Kecamatan: Kiarapedes
dan Cibatu kami menggunakan nama raja dan wedana bupati dari Kerajaan
Sumedanglarang/Kabupaten Sumedang. Sementara nama-nama Sultan Banten, Sultan
Cirebon, dan Raja Galuh setelah Kerajaan Sunda runtuh tahun 1579, kami
pergunakan untuk menamai SMP Negeri yang berlokasi di Kecamatan Bojong dan
Kecamatan Darangdan.
Hal yang sama, kami berlakukan untuk
Sekolah Dasar (SD) Negeri sehingga satu rundayan menak dari satu kabupaten atau
afdeeling (zaman Belanda) kami pergunakan sebagai nama SD Negeri yang berlokasi
di satu atau dua kecamatan yang bertetangga, kecuali beberapa SD Negeri yang
berlokasi di Kecamatan Purwakarta (kami gunakan nama Raja Sunda atau kerabatnya
yang tercatat dalam Naskah Sunda Kuno). Ini terjadi karena ketidaksesuaian
antara jumlah SD dan jumlah menak yang akan kami pergunakan yang berasal dari
satu kabupaten/afdeeling yang sama. Sebagai gambaran, SD Negeri di Kecamatan
Purwakarta selain menggunakan nama Raja-Raja Sunda, juga kami pergunakan
nama-nama menak dilingkungan Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Galuh/Ciamis. Untuk
SD Negeri yang berlokasi di Kecamatan Babakancikao, Bungursari, Campaka, dan
Pasawahan, kami menggunakan nama-nama bupati dan menak dari Kabupaten
Galuh/Ciamis, Kabupaten Sukapura/Tasikmalaya, dan Kabupaten Limbangan/Garut.
Nama SD Negeri yang berlokasi di Kecamatan Jatiluhur, Sukatani, Sukasari,
Tegalwaru, Plered, Pondoksalam, Wanayasa, dan sebagian Kiarapedes, kami pergunakan
nama menak dari Kabupaten Limbangan/Garut dan nama-nama Sultan Banten serta
menak dari kabupaten di wilayah bekas Kesultanan Banten (Lebak, Pandeglang,
Caringin, Anyer), nama-nama Sultan Cirebon (termasuk Kasepuhan, Kanoman,
Kacirebonan, Kaprabon Cirebon), nama-nama penguasa atau menak di kabupaten di
wilayah bekas Kesultanan Cirebon (Kabupaten Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan
Majalengka.
Sebagian SD Negeri yang berlokasi di
Kecamatan Kiarapedes dan seluruh SD Negeri di Kecamatan Cibatu, kami pergunakan
nama bupati atau menak dari Kabupaten Bandung. Sementara itu, SD Negeri yang
berlokasi di Kecamatan Bojong, kami ambil dari nama-nama Bupati atau menak
Kabupaten Sumedang. Nama-nama bupati dan menak dari wilayah Afdeeling
Buitenzorg (Bogor, Sukabumi, Cianjur), kami pergunakan untuk menamai SD Negeri
yang berlokasi di Kecamatan Darangdan dan Maniis.
Demikian pertanggungjawaban ilmiah
kami mengenai penggunaan nama raja, raja wilayah, bupati, patih, dan menak di
wilayah Tatar Sunda untuk dipergunakan sebagai nama sekolah mulai dari jenjang
SMA Negeri/SMK Negeri, SMP Negeri, dan SD Negeri di Kabupaten Purwakarta.
Nama-nama tokoh sejarah Tatar Sunda itu kami ajukan setelah melalui berbagai
pertimbangan, antara lain jasanya, perilakunya, dan kharismanya. Semoga jejak
mereka pada masa lampau memberikan inspirasi bagi generasi muda, khususnya
anak-anak didik di Kabupaten Purwakarta.
Nama-nama ini diambil dari
sumber-sumber sejarah yang ada: untuk masa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda/Galuh (abad ke 5 sampai dengan
abad ke-16) diambil dari prasasti dan
naskah (historiografi tradisional) Namun
harus diiformasikan, nama-nama yang diambil dari naskah ini ada yang belum bisa
diverifikasi secara historis, terutama nama-nama tokoh yang masa hidupnya jauh
dari masa ditulisnya naskah, sehingga nama tokoh tersebut dapat dikategorikan
sebagai tokoh legenda.
Selain itu, karena diperlukan
nama-nama tokoh sejarah cukup banyak (619 nama), maka nama-nama juga diambil
dari nama-nama tokoh yang berasal dari
arsip kolonial, terutama untuk nama tokoh-tokoh yang pernah menjadi
patih, bupati, jaksa, dan wedana yang menjabat semasa Pemerintah Hindia
Belanda.
Untuk memudahkan penamaan, nama-nama
untuk sekolah yang berada di satu kecamatan, diambil dari satu wilayah.
Misalnya nama-nama sekolah di Kecamatan Plered diambil dari nama tokoh-tokoh
sejarah di Kuningan, nama-nama sekolah di Kecamatan Pondoksalam, diambil dari
nama-nama tokoh sejarah di Majalengka, dan sebagainya
Tim
Prnyusun:
Prof. Dr.
Nina Herlina Lubis, M. S.
Dr. Undang
Ahmad Darsa, M. Hum.
Miftahul
Falah, M. Hum.
-----------------------------------------------
SDN Ciwangi, memiliki nama tokoh Sunda dengan nama Raden
Demang Danukusumah (Raden Tumenggung Adipati Wirahadiningrat).
Tokoh ini
merupakan adik kandung R. T. A. Wiraadegdaha yang sekaligus berkedudukan
sebagai Patih Sukapura di Manonjaya. Setelah diangkat sebagai Bupati Sukapura,
dirinya memakai gelar R. Tumenggung Wirahadiningrat. Dalam kaca mata
pemerintah, ia merupakan bupati yang sangat cakap sehingga dianugerahu gelar
adipati (1893), payung kuning (1898), dan mendapat bintang Oranye Nassau
(1900). Oleh karena itu, bupati ini dikenal di kalangan masyarakat dengan
panggilan Dalem Bintang. Ia diperintahkan untuk memindahkan ibu kota Kabupaten
Sukapura ke Tasikmalaya. Perintah tersebut tidak bisa dilaksanakan karena
dirinya keburu wafat.
Download:
0 Tanggapan "Nama Sekolah SD/SMP/SMA/SMK di Kabupaten Purwakarta Menggunakan Nama Tokoh Sunda "
Post a Comment